Jumat, 17 April 2009

Penghematan Listrik di Bali Nyepi 2009

PT PLN Distribusi Bali tidak akan melakukan pemadaman terhadap mesin-mesin pembangkit tenaga listrik saat umat Hindu menunaikan Tapa Brata Penyepian menyambut tahun baru saka 1931 pada hari Kamis, 26 Maret 2009.

"Mesin tetap beroperasi, pasokan energi listrik kepada sekitar 740.000 konsumen dilakukan seperti hari-hari biasanya," kata Kepala Humas PT PLN Distribusi Bali Agung Mastika di Denpasar Selasa.

Ia mengatakan, pembangkit listrik saat umat Hindu melaksanakan empat pantangan sengaja tidak dipadamkan mengingat beberapa instansi vital seperti rumah sakit dan hotel tetap memerlukan adanya pasokan listrik.

Sedangkan konsumen untuk kalangan rumah tangga dan pihak lainnya juga tidak diputus, meskipun mereka tidak menyalakan listrik atau menggunakan energi listrik selama 24 jam.

Penghematan listrik pada hari Raya Nyepi itu bisa mencapai 50 persen, bahkan lebih dibanding hari-hari biasa yang beban puncaknya mencapai 430 MW.

"Cermin penghematan pada Hari Suci Nyepi itu diharapkan bisa dilanjutkan oleh seluruh masyarakat pada hari-hari mendatang untuk menggunakan listrik secara bijak," harap Agung Mastika.

Ia menambahkan, untuk lampu-lampu penerangan jalan sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota di Bali untuk memadamkan.

Bagi lampu penerangan jalan yang dapat dihidupkan maupun dimatikan secara otomatis dari pusatnya tidak masalah namun beberapa lampu penerangan yang harus dimatikan dan dihidupkan secara manual harus dilakukan satu persatu.

"Koordinasi dan antisipasi terhadap hal itu sudah dilakukan dengan baik, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Agung Mastika.

Petugas PLN sendiri pada hari Raya Nyepi tetap "stand by" (siaga)selama 24 jam, kali ini bukan untuk mengantisipasi listrik yang padam namun kemungkinan adanya listrik penerangan jalan yang tetap menyala saat Pulau Bali gelap gulita itu.

Menghadapi kemungkinan listrik penerangan jalan yang tetap hidup di saat Hari Raya Nyepi, sangat diharapkan adanya laporan secepatnya dari warga masyarakat setempat, sehingga petugas dapat memadamkannya atau masyarakat langsung mematikan.

Pulau Bali yang berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa pada hari Kamis, 26 Maret 2008 akan gelap gulita, sunyi senyap dan seluruh umat Hindu mengurung diri melakukan introspeksi diri terhadap perbuatan yang dilakukan selama satu tahun terakhir.

Umat Hindu pada hari pergantian tahun baru saka dari 1930 ke 1931 yang jatuh setiap 420 hari sekali, melaksanakan "Catur Tapa Bratha Penyepian" yakni empat pantangan yang dilakukan selama 24 jam sejak sebelum matahari terbit (pukul 06.00 Wita) sampai matahari terbit kembali keesokan harinya.

Keempat pantangan tersebut meliputi tidak menyalakan api/lampu (amati geni), tidak melakukan kegiatan (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi atau mengumbar hawa nafsu (amati lelanguan).

Pemprop Bali dan seluruh Pemkab dan Pemkot di daerah ini tidak mengeluarkan dispensasi bagi kendaraan bermotor untuk bisa melaju. Namun keistimewaan itu hanya dikeluarkan oleh desa adat, bagi warganya yang sangat mendesak, antara lain mengantar orang sakit maupun melahirkan yang bersifat sangat darurat.

Demikian pula bandara internasional Ngurah Rai, satu-satunya pintu masuk Pulau Dewata lewat udara, pada Hari Raya Nyepi itu ditutup selama 24 jam.

Hal yang sama juga berlaku bagi empat pelabuhan laut di Bali, meliputi Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Celukan Bawang, Pelabuhan Padangbai menghubungkan Bali-Nusa Tenggara Barat dan Pelabuhan Gilimanuk, pintu masuk Bali dari Jawa.ant

Sabtu, 04 April 2009

Catur Asrama

Kemarin kita sudah membahas sekilas tentang Moksa, sekarang saya akan membawakan materi tentang Catur Asrama. Kata Catur berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan “kerohanian”, kata Asrama juga sering dikaitkan dengan jenjang kehidupan. Jenjang kehidupan itu berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan prilaku manusia. Catur Asrama berarti empat jenjang kehidupan yang berlandaskan petunjuk kerohanian Hindu.

Catur Asrama dibagi menjadi empat yaitu Brahmacari Asrama, Grhastha Asrama, Wanaprastha Asrama dan Bhiksuka “Sanyasin” Asrama.

  1. Brahmacari Asrama adalah Asrama pertama dari Catur ASrama. Tatanan hidup rohani setiap umat semasih dalam umur Brahmacari Asrama ialah menuntut ilmu pengetahuan. Mengisi diri menuju kedewasaan rohani supaya kedewasaan rohani dengan kedewasaan jasmani berkembang sejalan dan seimbang.

Menurut ajaran agama Hindu saat berada dalam Brahmacari Asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Melainkan semua kekuatan jasmani dan rohaninya sebagian besar hendaknya diarahkan untuk pembentukan kecerdasan otak yang disebut dengan Oyas Sakti dan sebagiannya lagi diarahkan untuk kesegaran jasmani.

Mengingat adanya pendidikan seumur hidup dan dalam kaitannya dengan prilaku seksual, maka ajaran brahmacari sudah sewajarnya juga mengalami perkembangan. Dengan demikian dikenal adanya istilah:

  • Sukla Brahmacari, nama bagi orang yang tidak pernah kawin dari sejak lahir sampai ia meninggal.

  • Sewala Brahmacari, nama bagi orang yang hanya kawin satu kali dalam hidupnya.

  • Kresna atau Tresna Brahmacari, seseorang yang kawinlebih dari satu kali dan dalam batas maksimal 4 kali, itupun dengan ketentuan bahwa seorang Brahmacari boleh mengambil istri yang kedua bilamana istri pertama tidak dapat melahirkan keturunan, tidak dapat berperan sebagai seprang istri.

  1. Grhastha Asrama adalah jenjang jedua dari Catur Asrama yang artinya masa hidup untuk membangun rumah tangga.

  2. Wanaprastha Asrama, warna hidup umat dalam masa ini agak berbeda dengan Grhastha Asrama. Kalau dalam masa Grhastha Asrama seseorang giat bekerja, mengabdi untuk mendapatkan bekal hidup yang baik yang bersifat rohani dan lebih – lebih lagi yang bersifat Artha. Namun seorang dalam tingkatan Wanaprastha Asrama perlahan – lahan seseorang itu mulai mengasingkan diri dari kesibukan duniawi.

  3. Bhiksuka Asrama merupakan jenjang terakhir dari Catur Asrama. Pada masa ini perilaku seseorang yang sedang ada dan mengikuti masa Bhiksuka mengalami peningkatan lebih lanjut terkait dengan mengurangi kegiatan sosial keduniawian. Tidaklah berlebihan bila seolah – olah jenjang hidup Bhiksuka itu sebagai persiapan dari program hidup manusia menuju akhirat. Dengan kata lain menyiapkan diri agar nanti Sang Hyang Atma dalam suatu saat tertentu dapat bersatu dengan Sang Hyang Parama Atma.

Sekian kiranya yang dapat saya sampaikan, artikel yang saya posting ini bersumber dan sebagian dikutip dari buku Genitri Pendidikan Agama Hindu tahun 2007. Apabila dalam artikel saya terdapat kesalahan baik dalam pengetikan dan yang lainnya saya mohon maaf yang sebesar – besarnya…. Trims…

Tasmad asaktah satatam karyam samacara, asakto hy acaran karma param apnoti purusah.
Artinya
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai suatu kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama…